TUCpGUW5TSr8TpA0TpA9BUOpTi==

Terlalu Banyak Pilihan, Malah Gagal Jatuh Cinta? Ini Bahaya Paradox of Choice dalam Hubungan Zaman Sekarang!


CALL ME PUT
 - “Dulu kita mencari cinta. Sekarang, kita scroll cinta.”

Di era digital ini, cinta tidak lagi ditemukan lewat tatap mata di perpustakaan atau bertemu saat hujan di halte. Hari ini, kamu bisa swipe ratusan wajah hanya dalam 10 menit. Terdengar keren, kan?

Tapi tunggu dulu.
Kenapa justru makin banyak pilihan, makin sulit untuk jatuh cinta yang benar-benar dalam?

Selamat datang di fenomena psikologis yang disebut: The Paradox of Choice.

Apa Itu The Paradox of Choice?

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Barry Schwartz dalam bukunya “The Paradox of Choice: Why More is Less.”

Intinya:

Terlalu banyak pilihan justru membuat kita merasa tidak puas, sulit memilih, dan menyesal setelah memilih—karena selalu ada “yang lebih baik” di luar sana.

Ketika Paradox of Choice Menyelinap dalam Cinta

Di dunia percintaan zaman sekarang, fenomena ini terasa banget, terutama di platform seperti Tinder, Instagram, Bumble, dan bahkan WhatsApp Group keluarga teman kamu.

Contoh nyata:

  • “Dia baik sih… tapi kayaknya aku bisa nemu yang lebih nyambung.”
  • “Udah cocok, tapi kok feed dia agak ‘nggak estetik’ ya?”
  • “Baru jalan dua kali, langsung bosen. Next aja deh!”

Gejala Paradox of Choice dalam Hubungan Modern

  1. Overthinking Saat Memilih Pasangan, Terlalu banyak opsi membuat kamu jadi evaluator, bukan pelaku cinta. Kamu sibuk menilai daripada merasakan.
  2. FOMO (Fear of Missing Out) dalam Pacaran, Selalu ada rasa takut bahwa kamu melewatkan "yang lebih baik." Akhirnya kamu tidak benar-benar hadir dalam hubungan sekarang.
  3. Kesulitan Komitmen, Karena merasa pilihan belum habis, kamu menunda untuk serius.
  4. Ketidakpuasan Emosional, Bahkan setelah menjalin hubungan, kamu tetap membandingkan pasanganmu dengan “potensi lain.”
  5. Takut Menyesal, Kamu takut “salah pilih,” jadi tidak pernah benar-benar memilih.

Dampak Psikologisnya Bisa Serius, Lho!

  • Cinta jadi transaksional: Seperti memilih barang di e-commerce, bukan mengenal jiwa.
  • Emosi jadi dangkal: Karena selalu mencari “kekurangan” daripada menghargai kelebihan.
  • Mudah bosan dan cepat menyerah: Karena berpikir “ah, ganti aja.”
  • Merasa kosong meski banyak ‘hubungan’: Karena yang kamu jalani hanya connection, bukan commitment.

Bagaimana Cara Mengatasi Paradox of Choice dalam Cinta?

  1. Sadari: Cinta Bukan tentang Menemukan yang Sempurna, Tidak ada pasangan yang 100% cocok. Tapi pasangan yang saling bertumbuh = priceless.
  2. Kurangi Scroll, Perbanyak Dialog, Kenali seseorang lebih dalam. Jangan hanya berhenti di kesan pertama atau feed IG-nya.
  3. Buat Batas Waktu dan Kriteria, Bukan untuk membatasi cinta, tapi agar kamu tahu kapan harus berhenti “mencari” dan mulai “menjalani.”
  4. Latih Komitmen Emosional, Bukan cuma hadir saat seru, tapi juga saat sulit. Cinta tumbuh lewat proses, bukan opsi.
  5. Tutup Pintu-Pintu yang Tidak Perlu, Kadang, menonaktifkan dating apps atau unfollow mantan bukan karena kamu lemah. Tapi karena kamu mau fokus.

Cinta Sejati Butuh Keberanian untuk Memilih

“Bukan siapa yang paling sempurna yang akan mencintaimu, tapi siapa yang mau bertahan bersamamu meski kamu tidak sempurna.”

Di zaman serba pilihan ini, kamu akan menemukan cinta bukan saat kamu punya semua opsi, tapi saat kamu berani memilih dan menjaganya.

Baca lebih banyak artikel cinta, psikologi hubungan, dan tips healing hanya di callmeput.com
📩 Follow @callmeput untuk update seputar self-love & love-life zaman sekarang.

Komentar0

Type above and press Enter to search.